Jawabannya adalah, "Apa saja yang mereka temukan!" Manusia prasejarah biasa mengonsumsi buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, dan buah jenis anggur-angguran yang tumbuh di darat, secara langsung sesaat setelah dipetik tanpa menunggu beberapa saat atau mengolahnya terlebih dahulu.
Sejak 55 juta tahun yang lampau (dalam rentang waktu 20 juta tahun), manusia prasejarah hidup di daratan yang banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon berbuah. Buah-buahan tersebut menjadi sumber berbagai macam vitamin dan zat-zat gizi yang berfungsi untuk melindungi tubuh. Karena sedemikian banyaknya pasokan vitamin C pada masa prasejarah itu, sampai-sampai tubuh kita tidak sempat belajar (atau bisa jadi telah lupa) bagaimana cara memproduksi vitamin C di dalam tubuh.
Fenomena ini juga ditunjukkan oleh kedua rahang nenek moyang kita yang telah terbentuk untuk siap memamah jenis makanan seperti itu. Gigi yang mereka miliki pun mampu mengunyah dengan mudah berbagai macam kacang-kacangan dan tumbuh-tumbuhan berakar.
Yang mengejutkan adalah ternyata mereka menunjukkan kualitas kesehatan yang sangat baik meskipun mereka biasa mengonsumsi daging mentah. Walaupun yang disebut dengan daging pada masa prasejarah tentu berbeda dengan daging yang kita ketahui sekarang. Pada saat itu, binatang-binatang bergerak bebas dan tidak pernah dikumpulkan dalam satu kandang sempit seperti yang terjadi di tempat-tempat peternakan. Dengan bebas bergerak seperti itu, membuat kandungan lemak yang terdapat di dalam tubuh binatang tersebut sangat sedikit karena otot-otot mereka terus berkembang. Selain itu, binatang yang hidup di alam bebas dan biasa memakan tanaman darat ternyata dagingnya hanya mengandung lemak sebesar 4%. Jumlah itu tentu sangat kecil jika dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging binatang ternak saat ini, yang mencapai 25%!
Ada Apa dengan Kita?
Setidaknya, 55% dari makanan yang kita konsumsi saat ini merupakan hasil dari "bahan pangan jenis baru". Contohnya: susu, produk-produk turunan susu, biji-bijian yang sudah diolah, gula, berbagai jenis bahan pemanis buatan, lemak yang sudah dipisahkan dari sumbernya (mentega), dan lain-lain. Sementara itu, sekitar 28% dari makanan kita adalah daging yang mengandung lemak, daging unggas, ikan-ikanan, telur, dan binatang berkulit keras (udang, kepiting, dan lain-lain). Hanya 17% saja dari makanan kita yang berupa kubis-kubisan, buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian.
Untungnya, tubuh kita sangat mudah beradaptasi. Jika tidak, maka spesies manusia seperti kita pasti sudah punah sejak lama. Sebab, makanan yang kita konsumsi sudah tidak sesuai dengan tubuh kita.
Akan tetapi, setiap proses adaptasi pasti memiliki batas. Saat ini, selain konsumsi kalori kita jauh lebih sedikit dibanding yang dikonsumsi oleh nenek moyang kita, zat yang kita serap hampir seluruhnya tidak sesuai kebutuhan tubuh kita.
Ujung-ujungnya, hanya suplemen makananlah yang datam kondisi tertentu dapat memasok kekurangan zat gizi dalam tubuh kita.
Apa yang Dapat Kita Lakukan?
Memang, kini manusia tidak tagi berburu Mamoth (gajah purba). Akan tetapi binatang yang diternak dalam lingkungan udara bersih (peternakan biologisl biofarming), jauh lebih dekat kualitasnya dengan binatang prasejarah jika ditilik dari struktur tubuhnya, daripada binatang yang diternak dalam peternakan-peternakan konvensional. Oleh sebab itu, berusahalah mengonsumsi daging dengan kuantitas yang sedikit, agar ia dapat memberi hasil yang lebih berkualitas. Penulis juga menyarankan Anda untuk mengonsumsi sesedikit mungkin 'bahan makanan jenis baru' dan memperbanyak konsumsi bahan makanan alami berupa kubis-kubisan, buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan lain-lain.
0 comments:
Post a Comment